Sabtu, 15 Januari 2011

Tulisan Mas Yovie di Warta Jatim

Pengantar: Tulisan ini dikemas apik oleh mas yovi, dan dapat ditemukan di dalam blog beliau, dimana liputannya berbarengan dengan mas andreas wicaksono dari RCTI biro Surabaya, mengangkat tentang kenikmatan teh mangrove. Terimakasih mas yovi, sudah memberikan prespektif yang lain tentang saya. Semoga tidak kapok, untuk terus meliput tentang mangrove di Wonorejo. Oh ya, tulisan ini juga sudah dimuat ulang di sini, tertanggal 7 Januari 2011, pukul 19.49, sementara mas yovi memuat di blog beliau pada tanggal yang sama, namun pada jam 04.49.

Jumat, 07 Januari 2011
Mangrove, tak Sekedar Kayu

Mangrove berguna bagi kesehatan manusia. Namun, keberadaannya terancam, seiring 80 % lahannya dikuasai pengembang.

Matahari bersinar terang, saat Mohson, koordinator petani mangrove Wonorejo Surabaya, menyusuri jalan setapak yang ada di kawasan itu. Dengan bekal, sebuah gunting, keranjang dan capit (jepitan) yang terbuat dari bambu, ia siap memanen Acanthus Ilicifolius Linn (Daruju), Brugulera Gymnorhiza dan Sonneratia Caseolaris (bogem). Ketiganya adalah jenis mangrove yang ada di Pantai Timur Surabaya (Pamurbaya), khususnya Wonorejo.

Pria kelahiran Bojonegoro, 49 tahun silam ini, tidak sendiri. Ia ditemani oleh keempat “pasukannya”, yang juga siap untuk memanen beberapa jenis Mangrove di daerah tersebut.

Bagi sebagian orang, mungkin Mangrove tidak memiliki manfaat apapun, kecuali kayunya. Namun, bagi Mohson atau yang lebih akrab dipanggil Sony ini, Mangrove adalah merupakan sebuah anugrah yang harus dimanfaatkan sebaik mungkin. Karena itulah, ia pun mencanangkan gerakan ayo memetik Mangrove dan bukan malah menebangnya.


Manfaat Mangrove
Menurut Muhson, Mangrove sebenarnya bisa digunakan untuk berbagai macam manfaat. Salah satunya adalah untuk obat herbal, teh, sirup hingga dijadikan beras, yang bisa digunakan untuk makan sehari-hari.

Muhson mencontohkan, Acanthus Ilicifolius Linn (Daruju). Tanaman ini jika diolah dengan baik, memiliki khasiat untuk menyembuhkan penyakit kanker, hepatitis akut dan kronis, serta pembesaran limpa, TBC kelenjar, parotitis, asma dan nyeri lambung, sakit dan luka terkena racun anak panah. Sedangkan bagi anak kecil, Daruju bisa digunakan sebagai obat cacing.

Sedangkan, tanaman Brugulera Gymnorhiz, yang mengandung tanin, dapat menyembuhkan sakit perut. Namun, untuk penggunaannya harus ekstra waspada, karena jika dipakai dalam jumlah banyak justru akan menjadi racun.

Tanaman jenis ini, oleh Muhson, digunakan bahan alternatif tepung dan beras. Tidak itu saja, Brugulera Gymnorshiz juga bisa digunakan sebagai bahan alternatif pembuatan kerupuk dan cireng. Muhson juga memanfaatkan Sonneratia Caseolaris (bogem), sebagai sirup mangrove dan jenang ( makanan ringan khas Jawa).

Untuk menjadikan beberapa jenis tumbuhan yang hidup di kawasan Mangrove Wonorejo, bukan persoalan mudah. Muhson, harus belajar bertahun-tahun, sebelum akhirnya mampu menguasai, segala jenis tumbuhan Mangrove dan manfaatnya.

Sebelum dibuat menjadi berbagai macam makanan, minuman dan obat, Muhson bekerja sama dengan Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya (ITS), untuk meneliti kandungan zat yang ada di masing-masing tanaman Mangrove.

Proses pembuatan Mangrove menjadi makanan, minuman dan obat, secara umum tidak sulit. Karena tinggal dipilah, dirajang (diiris), dan dijemur hingga kering, sebelum akhirnya diproses lebih lanjut. Soal bahan-bahan tambahan, biasanya Muhson akan memberinya sesuai dengan selera dan permintaan.

“ Bahan yang pasti diperlukan adalah gula, tepung atau vanili. Sedangkan yang lainnya, sesuai dengan kebutuhan,” ujar Muhson.

Hasil olahan yang dibuat dari berbagai macam tumbuhan Mangrove, tidak berbeda jauh dari makanan atau minuman lain. Hanya saja, Muhson berani menjamin, olahan Mangrove miliknya, bebas dari pestisida dan zat-zat kimia lainnya.

Kelompok Tani Mangrove
Untuk bisa menjadi seperti saat ini, Muhson mengaku butuh perjuangan keras. Ia mulai bergerak untuk menyelamatkan Mangrove di Pamurbaya, sejak tahun 1998. Perjuangan terberatnya adalah bagaimana menyadarkan masyarakat, akan pentingnya Mangrove bagi ekosistem dan kehidupan.

Berbagai macam cobaan terus dijalani dan dihadapi Muhson, sampai akhirnya ia berhasil membentuk Kelompok Tani Mangrove Wonorejo. Saat ini anggota kelompok tani tersebut, sudah mencapai kurang lebih seratus orang. Namun untuk anggota aktif, hanya berkisar antara 20 hingga 30 orang.

Dari kelompok tani itu, berkat keteguhan dan kekuatan Mohson, mereka pun berhasil membentuk koperasi, yang diberi nama Koperasi Mina Mangrove Sejahtera. Koperasi ini, didirikan untuk kesejahteraan para nelayan maupun petani mangrove di Wonorejo.

Muhson mengatakan, hasil karya Kelompok Tani Mangrove baru mendapat pengakuan dan sertifikasi dari Departemen Kesehatan di tahun 2007. Padahal, Muhson dan kelompok taninya, sudah mulai memproduksi sirup dan teh Mangrove sejak tahun 2004.

Semenjak mendapat pengakuan dari Departemen Kesehatan, hasil karya Muhson pelan namun pasti mulai dikenal di pelosok negeri. Bahkan, ia juga selalu diberi kesempatan untuk memamerkan hasil karyanya di beberapa kegiatan, seperti pameran home industri.

Badai Menghantam
Pepatah kata yang berbunyi semakin tinggi pohon, akan semakin kencang angin yang meniupnya, tampaknya berlaku pula pada Muhson. Ia mendapatkan banyak cobaan dan ujian dari beberapa kelompok masyarakat yang tidak suka dengan sepak terjangnya. Mulai dari lurah, camat hingga beberapa pejabat lainnya.

Selain mendapat fitnahan dari beberapa kelompok masyarakat, hingga sabotase dari lurah dan camat. Muhson juga mendapat ujian dari Institut Sepuluh November Surabaya (ITS) yang mengklaim sirup mangrove sebagai karya milik mereka.

Peristiwa itu diketahui oleh Muhson, setelah dirinya mendapatkan kabar dari Dinas Kesehatan soal adanya mahasiswa ITS yang mendaftarkan sirup mangrove sebagai hasil karya mereka.

Kejadian yang berlangsung di tahun 2008 itu, membuat Muhson mengambil langkah untuk mensomasi kampus perjuangan itu. Tujuan dari somasi tersebut adalah meminta kepada ITS untuk mencabut pernyataannya, soal sirup mangrove.

“ Somasi itu bukan bertujuan apa-apa. Kami hanya meminta supaya ITS mencabut pernyataannya,” terang Muhson.

Pasca melewati dua cobaan itu. Muhson mengaku masih ada satu pekerjaan rumah lagi yang harus diselesaikan. Yakni, terus memberikan pelatihan dan pendampingan terhadap para nelayan dan petani mangrove.

Hal ini dinilai Muhson sangat penting, karena sekitar 80 % dari luas 2400 hektare Mangrove, lahannya sudah dikuasai oleh pengembang. Sedangkan sisanya, 15 % dimiliki oleh perseorangan yang bukan penduduk asli Wonorejo. Dan hanya 5 % saja, yang masih menjadi milik warga pribumi.

Muhson tidak mengetahui secara pasti sampai kapan Mangrove bisa bertahan. Karena itulah, sebelum semuanya berubah fungsi. Muhson ingin meninggalkan ilmu bagi masyarakat. Sama seperti yang ia canangkan selama ini, yakni Mari Memetik Mangrove, dan Jangan Menebangnya.(red)

Jumat, 14 Januari 2011

Cerita Kelabu tentang Sirup Mangrove




MOHSON Bantah Sirup Mangrove Karya Mahasiswa ITS
 kelana kota
26 September 2008, 14:16:55, Laporan Arie Citra Kesuma, Sumber aslinya disini


Suarasurabaya.net| Sirup Mangrove yang sudah mulai dikenal masyarakat sebagai sirup olahan buah bakau khas Surabaya ini kini menuai masalah.

Setelah pada Pimnas XX di Lampung dan pada Wisuda ITS bulan Sepetember diperkenalkan oleh mahasiswa ITS sebagai hasil karya mereka memanfaatkan buah bakau di hutan bakau Wonorejo Surabaya, tiba-tiba muncul nama MOHSON atau SONY yang mengaku keberatan atas pengakuisisian tersebut.

Dijelaskan pada konferensi pers hari ini, Jumat (26/09) MOHSON didampingi kuasa hukumnya ACHMAD FAUZAN ,S.H, MOHSON menuturkan pada wartawan bahwa berita yang selama ini beredar mengenai siapa penemu atau penghasil sirup mangrove pertama di Surabaya adalah mahasiswa ITS adalah salah, sebenarnya penemunya adalah dirinya bersama kelompok tani binaan PKPPK Surabaya.

MOHSON kepada suarasurabaya.net mengungkapkan bahwa sebenarnya pihak ITS mengenal sirup Mangrove dari dirinya saat tengah berkunjung ke rumah MOHSON, kemudian mahasiswa ITS tersebut dikatakan oleh MOHSON tertarik dan berniat belajar membuat sirup tersebut.

MOHSON Ketua Kelompok Tani Mangrove wilayah Wonorejo Rungkut Surabaya yang berada di bawah binaan Dinas Perikanan, Kelautan, Peternakan Pertanian dan Kehutanan ( PKPPK ) Surabaya ini kemudian meminta izin ke Dinas PKPPK untuk bekerjasama dengan pihak ITS dengan MOHSON sebagai penemu dan yang mengajari mahasiswa ITS mengolah buah Mangrove menjadi sirup.

Kemudian pada saat Pimnas XX di Lampung, sebelumnya dikatakan MOHSON mahasiswa ITS meminta izin MOHSON untuk mengikuti Pimnas XX di Lampung dengan membawa sirup Mangrove, hasilnya sirup Mangrove mendapat respon tinggi dari masyarakat.

Tapi kemudian berlanjut diakuisisi oleh pihak ITS saat pelaksanaan wisuda pada tanggal 8 September 2007 melalui penyuguhan sirup Mangrove sebagai hasil karya lima mahasiswa ITS jurusan Biologi ITS; AGUS SATRIYONO, RAINDLY PUTRI KUMALA DJATMIKO, TATIN SUHERLINA, ANITA SYAFITRIA, dan WIDOWATI S. P. yang juga diliput oleh berbagai media massa.

Masalah muncul saat pihak ITS mengakuisisi sirup Mangrove sebagai karya temuan mahasiswa mereka, padahal menurut MOHSON dirinya dan kelompok taninya yang menemukan dan memperkenalkan kepada pihak ITS.

Akhirnya pihak MOHSON melakukan somasi pada pihak Central of Entrepreneurship Development (CED), Dekan ITS, dan WIDOWATI satu diantara mahasiswa jurusan Biologi ITS terkait beredarnya isu tersebut dengan tujuan meminta hak mereka kembali sebagai penemu dan meminta pihak ITS meminta maaf secara langsung melalui media.

Namun hingga Jumat pagi setelah Selasa (23/09) somasi dilayangkan, pihak ITS masih belum menanggapi somasi tersebut dan pihak MOHSON masih menunggu tanggapan pihak ITS untuk kemudian menyelesaikan secara kekeluargaan.(cit/ipg)

Teks Foto :
- ACHMAD FAUZAN S.H (kiri) mendampingi MOHSON (kanan) menunjukkan sirup Mangrove hasil karyanya pada konferensi pers, Jumat (26/09).
Foto: CITRA suarasurabaya.net

Kamis, 13 Januari 2011

Karena ketemunya di CBN Portal

Pengantar: Tulisan ini kami peroleh dari portal CBN, dimana dalam catatan kaki tulisan tersebut, bersumber dari Harian Bisnis Indonesia. Sayangnya, kami tidak memiliki link langsung ke lokasi asli dimana artikel tersebut berasal. Namun demikian, kami ucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya, kepada penulisnya, mbak Reni Efita Hendry dari Bisnis Indonesia. Sebuah kehormatan juga, kiranya artikel ini juga menjadi koleksi perpustakaan elektronik BPOM.

Menjaga bakau menuai sirop
Entrepreneurs Tue, 17 Nov 2009 14:05:00 WIB

Apakah Anda pernah menikmati buah bakau? Mungkin Anda merasa aneh mendengar buah bakau yang dihasilkan pohon bakau yang tumbuh di pantai dapat dikonsumsi. Memang belum banyak orang yang mengenal manfaat buah itu.

Berbeda dengan kebiasaan nelayan yang tinggal di pinggir pantai Surabaya. Sebagian penduduk di sekitarnya pernah makan buah bakau, karena aromanya yang wangi, meski rasanya agak sedikit asam.

Dari kebiasaan nelayan tersebut, pencinta alam Mohson, 47, tertarik memanfaatkannya. Dia mencoba mengolah buah bakau itu menjadi sirop. Sampai saat ini baru dua jenis tanaman bakau yang diolahnya untuk konsumsi manusia dan sudah diteliti oleh para ahli dari perguruan tinggi di Surabaya.

Di rumahnya, Mohson yang kerap dipanggil Sony, biasa mengundang anak-anak muda anggota Karang Taruna berkumpul. Mereka disuguhkan minuman sirop buah bakau, dan selalu minta minuman tersebut ketika bertamu kembali.

Sirop tersebut dibuatnya berwarna hijau yang menyegarkan seperti warna kulit dari buah bakau itu.

Buah itu didapatkannya dengan memberdayakan nelayan setempat untuk mengumpulkan buah bakau. Nelayan pun terdorong untuk memelihara tanaman bakau dan menanamnya di areal lain. Tanaman bakau jadi terpelihara dan buahnya bernilai ekonomis.

Awalnya, Sony yang tinggal di Rungkut, Surabaya, membentuk Kelompok Tani Mangrove pada 1998 yang bertujuan membersihkan sampah di pantai timur Surabaya. Seiring dengan perjalanan waktu, kelompok tersebut mendapatkan binaan dari Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) Kota Surabaya.

Kelompok tani mangrove yang bekerja khusus membersihkan pantai itu berkembang mulai 2000 dengan menanam kembali buah bakau yang jatuh di pantai yang kosong di pantai timur Surabaya, mulai dari Genjer sampai Gunung Anyer. "Sampai sekarang kami sudah menanam tanaman bakau sekitar 500 ha," kata Sony.

Sony sempat bekerja di perusahaan swasta di bagian pengukuran tanah sebelum 1998. Dari situ, hatinya tersentuh melihat kondisi daerah hutan bakau yang kotor dan jarang ditumbuhi oleh tanaman bakau. Dari kondisi pantai yang kotor itu, dia mengajak petambak bekerja sama untuk membersihkan pantai agar lingkungannya menjadi bersih.

Saat mengurusi tanaman bakau, dia memperhatikan kebiasaan penduduk setempat yang memakan buah bakau yang jatuh dan tidak mengakibatkan apa-apa. Apalagi aroma buah bakau jenis soneratia kasiolaris wangi dan segar, menarik selera untuk dinikmati.

Tidak semua jenis buah bakau bisa dibuat sirop. Jenis bruguera gymnorizzal yang buahnya berbentuk panjang yang berwarna agak keunguan lebih cocok diolah menjadi tepung untuk kue atau dodol dan nasi. Sementara jenis yang lain tidak bisa dikonsumsi.

Ide untuk mengolah buah tersebut menjadi sirop muncul pada 2004, berbekal pengalaman dan pengetahuan membuat dan mensterilkan minuman manis beraroma buah yang didapat dari kedekatannya dengan mahasiswa, perguruan tinggi.

Minuman antioksidan

Buah bakau yang dapat diproses menjadi sirop harus sudah tua di pohon dan jatuh agar hasil sirop bagus. Jika buah bakau yang digunakan kurang tua atau dipetik, buahnya akan kering saat diproses menjadi sirup.

Dia pun mengajarkan kepada petani untuk membuat jaring di bawah pohon bakau agar buah tidak jatuh ke lumpur atau air laut saat pasang.

Dia bekerja sama dengan Universitas Eirlangga untuk meneliti buah bakau itu. Ternyata, buah tersebut mengandung vitamin C, dan vitamin lain yang berfungsi sebagai antioksidan yang baik untuk kesehatan.

Sirup buah bakau dikemas dalam botol berisi 750 ml dan 350 ml. Dari 1 kg buah yang sudah dikupas menghasilkan 2,5 liter sirop. Satu botol isi 750 ml dijualnya seharga Rp25.000.

Penjualannya tidak hanya di Surabaya. Melalui ajang pameran dia mempromosikan sirop buah bakau tersebut.

Dia pernah menerima pesanan sebanyak 500 liter sirop untuk perguruan tinggi ITS. "Kami mendapat referensi dari laboratorium biologi ITS yang menyatakan bahwa buah tersebut aman dikonsumsi manusia. Sudah ada izin dari Depkes," katanya.

Sejak kecil pria kelahiran Bojonegoro ini senang dengan tumbuhan. Waktu di SD dia senang menanam bunga, dan melakukan uji coba. Misalnya, mengolah biji asam sehingga bisa dimakan melalui beberapa proses.

Alumnus STM Negeri Bojonegoro ini pernah bekerja di Badan Pertanahan Bojonegero selama 5 tahun. Setelah itu dia alih profesi dengan membuka usaha dagang sembako, lalu berjualan buah-buahan. Pernah juga membuka bengkel elektronik.

Dia hijrah ke Surabaya pada 1996 dan bekerja di PLN. Lalu pindah ke perusahaan swasta bagian pengukuran tanah yang waktu kerjanya tidak setiap hari, sehingga ketika libur dan Minggu dimanfaatkannya untuk menelusuri pantai.

Kini, kelompok tani mangrove yang dibinanya mempunyai dua divisi yaitu rehabilitasi dan pendidikan. Mereka sudah menularkan ilmunya hingga ke Natuna, Riau, Tuban, dan pesisir Jawa.

Inovasi pembuatan sirop, termasuk upaya melatih dan membina masyarakat dalam mengelola buah bakau menuai penghargaan. Sony meraih Adhi Bakti Bina Bahari sebagai juara 1 bidang Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (KP3K) DKP, belum lama ini.

Pengembangan bisnis sirop buah bakau telah membantu menjaga keseimbangan lingkungan dan mengubah kebiasaan dari menebang pohon bakau menjadi memetik buahnya saja. (reni.efita@bisnis.co.id)

Reni Efita Hendry
Bisnis Indonesia

Sumber: Bisnis Indonesia

Rabu, 12 Januari 2011

Sirup dari Buah Bakau

Pengantar: Tulisan ini dapat diakses langsung di web ciputraentrepreneurship. Kami sekedar mengcopy paste dari sumber situs aslinya. Memang, tidak seratus persen isi tulisan dapat mewakili jalan pikiran saya, namun setidaknya mampu menjadi cermin, tentang bagaimana orang, atau institusi lain dalam memandang saya. Akhirnya, dari muara kali jagir, saya ucapkan  selamat membaca

Sirup dari Buah Bakau
Sabtu, 04 Desember 2010 09:38
Apakah Anda pernah menikmati buah bakau? Mungkin Anda merasa aneh mendengar buah bakau yang dihasilkan pohon bakau yang tumbuh di pantai dapat dikonsumsi. Memang belum banyak orang yang mengenal manfaat buah itu.

Berbeda dengan kebiasaan nelayan yang tinggal di pinggir pantai Surabaya. Sebagian penduduk di sekitarnya pernah makan buah bakau, karena aromanya yang wangi, meski rasanya agak sedikit asam.

Dari kebiasaan nelayan tersebut, pencinta alam Mohson, 47, tertarik memanfaatkannya. Dia mencoba mengolah buah bakau itu menjadi sirup. Sampai saat ini baru dua jenis tanaman bakau yang diolahnya untuk konsumsi manusia dan sudah diteliti oleh para ahli dari perguruan tinggi di Surabaya.

Di rumahnya, Mohson yang kerap dipanggil Sony, biasa mengundang anak-anak muda anggota Karang Taruna berkumpul. Mereka disuguhkan minuman sirup buah bakau, dan selalu minta minuman tersebut ketika bertamu kembali.

Sirup tersebut dibuatnya berwarna hijau yang menyegarkan seperti warna kulit dari buah bakau itu.

Buah itu didapatkannya dengan memberdayakan nelayan setempat untuk mengumpulkan buah bakau. Nelayan pun terdorong untuk memelihara tanaman bakau dan menanamnya di areal lain. Tanaman bakau jadi terpelihara dan buahnya bernilai ekonomis.

Awalnya, Sony yang tinggal di Rungkut, Surabaya, membentuk Kelompok Tani Mangrove pada 1998 yang bertujuan membersihkan sampah di pantai timur Surabaya. Seiring dengan perjalanan waktu, kelompok tersebut mendapatkan binaan dari Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) Kota Surabaya.

Kelompok tani mangrove yang bekerja khusus membersihkan pantai itu berkembang mulai 2000 dengan menanam kembali buah bakau yang jatuh di pantai yang kosong di pantai timur Surabaya, mulai dari Genjer sampai Gunung Anyer. "Sampai sekarang kami sudah menanam tanaman bakau sekitar 500 ha," kata Sony.

Sony sempat bekerja di perusahaan swasta di bagian pengukuran tanah sebelum 1998. Dari situ, hatinya tersentuh melihat kondisi daerah hutan bakau yang kotor dan jarang ditumbuhi oleh tanaman bakau. Dari kondisi pantai yang kotor itu, dia mengajak petambak bekerja sama untuk membersihkan pantai agar lingkungannya menjadi bersih.

Saat mengurusi tanaman bakau, dia memperhatikan kebiasaan penduduk setempat yang memakan buah bakau yang jatuh dan tidak mengakibatkan apa-apa. Apalagi aroma buah bakau jenis soneratia kasiolaris wangi dan segar, menarik selera untuk dinikmati.

Tidak semua jenis buah bakau bisa dibuat sirup. Jenis bruguera gymnorizzal yang buahnya berbentuk panjang yang berwarna agak keunguan lebih cocok diolah menjadi tepung untuk kue atau dodol dan nasi. Sementara jenis yang lain tidak bisa dikonsumsi.

Ide untuk mengolah buah tersebut menjadi sirup muncul pada 2004, berbekal pengalaman dan pengetahuan membuat dan mensterilkan minuman manis beraroma buah yang didapat dari kedekatannya dengan mahasiswa, perguruan tinggi.

Buah bakau yang dapat diproses menjadi sirup harus sudah tua di pohon dan jatuh agar hasil sirup bagus. Jika buah bakau yang digunakan kurang tua atau dipetik, buahnya akan kering saat diproses menjadi sirup.

Dia pun mengajarkan kepada petani untuk membuat jaring di bawah pohon bakau agar buah tidak jatuh ke lumpur atau air laut saat pasang.

Dia bekerja sama dengan Universitas Airlangga untuk meneliti buah bakau itu. Ternyata, buah tersebut mengandung vitamin C, dan vitamin lain yang berfungsi sebagai antioksidan yang baik untuk kesehatan.

Sirup buah bakau dikemas dalam botol berisi 750 ml dan 350 ml. Dari 1 kg buah yang sudah dikupas menghasilkan 2,5 liter sirop. Satu botol isi 750 ml dijualnya seharga Rp25.000. (*/BI)

Selasa, 11 Januari 2011

Tentang Saya: Soni Mohson

Sebenarnya saya tidak terlalu faham benar tentang dunia blogging. Tapi kata rekan2 saya, lewat blogging, pikiran dan ucapan saya yang seringkali tidak dihiraukan, lewat media ini, akan lebih dapat disuarakan dan lebih didengar.
Segala hal, tentang suka duka saya dalam kehidupan, dan khususnya tentang aktifitas saya di dunia konservasi mangrove dan dalam pengolahan berbagai species mangrove menjadi bahan olahan.
Ilmu buat saya, adalah sarana untuk beribadah, mengunpulkan bekal disaat nanti menghadap sang Khaliq. Oleh karenanya, kita sungguh merugi, bilamana kita punya ilmu, namun terlalu pelit untuk berbagi. Setiap pribadi yang kenal saya, pasti mengenal baik prinsip saya tersebut. Mulai dari rakyat jelata, mahasiswa, sampai pejabat sekalipun. Semoga ilmu yang saya miliki, bisa bermanfaat bagi masyarakat, bangsa dan bernegara. Dengan mengucap Bismillahirrohmanirrohiim, saya mulai blogging.